Menguak Sejarah Keroncong dari Kampung Tugu

Penulis buku ini yakin, keroncong asli Indonesia. Tetapi, keroncong memiliki unsur musik Portugis abad ke-16 yang dipengaruhi budaya islami bangsa Moor di Afrika Utara.

Kami tinggal dalam satoe kampong jang ketjil jang terseboet Toegoe, dan ada dalam bilangan district Beccasie afdeeling Meester Cornelis. Kampong Toegoe itu ada dekat pinggir laoet dan hawa oedara disana ada panas. Aer boewat minoem itoe soesah sebab seomoer-omoer banjak jang aernja asin. (Schurchardt, 1892)

Perdebatan “genetika” asal muasal lahirnya keroncong masih diwarnai tiga kubu. Pertama, adalah kubu yang pro Portugis sebagai pengimpor keroncong. Kedua adalah pro Indonesia, dan ketiga adalah campuran keduanya (hibrida). Mana yang benar? Victor Ganap, penulis buku Krontjong Toegoe (BP ISI Yogyakarta, 2011) ini meyakini, keroncong adalah tulen, asli Indonesia, yang sama sekali berbeda dengan musik-musik dari portugis. Bahkan di Portugal (nama sekarang dari Portugis), tidak ditemukan musik keroncong seperti yang kita kenal di Indonesia.

Komunitas Tugu

Komunitas Tugu (Toegoe dalam ejaan lama), adalah asal muasal sejarah itu. Kampung Tugu terletak di kawasan pantai utara Jakarta, di sebelah timur wilayah Tanjung Priok yang sejak tahun 1883 ditetapkan sebagai bandar pelabuhan kota Jakarta menggantikan pelabuhan Sunda Kelapa atau Jayakarta. Kampung Tugu merupakan wilayah paling tua di Jakarta, yang diperkirakan mulai dihuni sejak ribuan tahun yang lalu (hal. 23).

Tidak mengherankan, sebagai wilayah tertua dan memiliki peninggalan historis-musikal yang kental, Toegoe, menurut Andre Juan Michiels, yang kini sebagai pemimpin kelompok Keroncong Toegoe, selalu menjadi objek empuk bagi para peneliti kebudayaan dan musik khususnya. Kita akan banyak menemukan informasi menarik dalam buku setebal 281 halaman ini. Buku yang berangkat dari disertasi Victor Ganap ini disertai dengan data-data yang komprehensif, dengan riset yang telah dilakukan sejak tahun 1998.

Nama Krontjong Toegoe  dalam khasanah musik Indonesia telah memperoleh jatidirinya tersendiri, sebagai jenis musik keroncong yang dilahirkan dari komunitas Kampung Tugu. Sejauh ini tidak terdapat data yang pasti sejak kapan Krontjong Toegoe itu dilahirkan, kecuali mengacu pada periode sejarah tahun 1661 ketika Kampung Tugu pertama kalinya dihuni oleh 23 keluarga asal Goa dan Pulau Banda berdasarkan politik pemukiman VOC terhadap mereka (hal. 98).

Dalam perspektif musikologis, sejarah keroncong bisa dilacak dari musik tradisional maupun lagu-tarian Portugis yang ada dan dimainkan di abad ke-17. Misalnya Fado de Coimbra, sebuah musik tradisional dari Coimbra, kota terbesar setelah Lisbon, ibu kota Portugal. Ada juga Camélias, yang merupakan tarian rakyat. Selain sudah tentu Lagu Moresco dan Kr. (Keroncong) Moresco, sebagai bukti kuat turunan sejarah kesenian bangsa Moor. Lagu Kr. Moresco pun terkenal di kalangan para pemusik keroncong masa kini, dan populer sebagai bentuk keroncong asli. Adalah maestro Kusbini yang pertama-kali memperkenalkan lagu Moresco ini ke khalayak. Kesimpulan yang disampaikan Victor Ganap, musik keroncong Indonesia memiliki unsur musik Portugis abad ke-16 yang dipengaruhi budaya Islami bangsa Moor dari Afrika Utara yang masuk dan berkembang di Portugal.

Salah satu bagian unik dari sejarah Krontjong Toegoe ini adalah masuknya musik keroncong ke kampung Tugu, yang dibawa oleh para laskar Portugis asal Goa yang bertugas di Pulau Banda bersama keluarga mereka orang pribumi Banda. Mereka merupakan orang pelarian dari Banda ketika pulau itu diserbu oleh VOC pada tahun 1620-an. Dalam pelarian itu kapal mereka rusak dan karam di pantai Cilincing.  Mereka ditangkap VOC lalu dibebaskan setelah berpindah agama sesuai perjanjian. Mereka menjadi orang merdeka dan dibuang ke Kampung Tugu. Mereka adalah pemukim pertama yang mendiami kampung Tugu (hal. 238).

Yang Khas dari Krontjong Toegoe

Apa yang menarik dari Krontjong Toegoe? Selain karena regenerasi ratusan tahun, Krontjong Toegoe memiliki kekhasan pola permainan (gaya Jakarta) yang berbeda dengan gaya permainan Solo, Yogyakarta. Dua kota terakhir disebut adalah kota ikon dari pertumbuhan keroncong terbesar saat ini di Indonesia. Data 2009, sedikitnya ada 90-an grup keroncong di Yogyakarta, dan di Solo jumlahnya menjacapai 120-an.

Penulis berkesempatan untuk mendapatkan CD album Krontjong Toegoe yang berjudul “Oud Batavia-Cafrinho” yang diberikan langsung oleh Andre Juan Michiels, pimpinan Krontjong Toegoe saat ini. Apabila kita mendengar 12 lagu yang terekam di dalamnya, kiat bisa mendengarkan keunikan tersendiri dalam pola tabuh permainan-permainan alat keroncong seperti selo yang khas, juga ukulele. Lagu yang termaktub dalam album tersebut berbahasa Indonesia, Belanda dan Portugis. Terbit 2010 dan tidak dijual umum kecuali sebagai souvenir. Anda perlu mendengar “Oud Batavia” maupun “Cafrinho”. “Datanglah ke Kampung Tugu, saya beri gratis album ini”, pesan Andre Juan Michiels.

Buku yang dibagi ke dalam lima bab ini, meskipun komprehensif karena memuat data-data ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan, namun masih terdapat banyak kekurangan, terutama dalam hal lay-outing atau penataan paragraf. Di banyak tempat, paragraf disusun terlalu panjang tanpa pemenggalan. Frasering kurang diperhatikan. Sehingga, membaca buku ini mungkin bisa cepat lelah. Tetapi apa pun kelemahan yang pasti terjadi, buku ini tetap menjadi referensi yang wajib bagi para sejarahwan maupun peneliti yang tertarik membahas keroncong.

Kita bisa melihat informasi lebih jauh tentang Krontjong Toegoe dengan mengunjungi situs www.krontjongtoegoe.com. Musik keroncong tetap asli Indonesia!

Erie Setiawan

Erie Setiawan, lahir di Solo, 11 Januari 1984. Menamatkan studi musikologi di Institut Seni Indonesia Yogyakarta (2008). Mendirikan Forum Studi Musik Turanggalila (2007). Pernah bekerja sebagai wartawan majalah seni-budaya “Gong” (2008-2010). Menulis buku “Short Music Service: Refleksi Ekstramusikal Dunia Musik Indonesia” (Propethic Freedom, 2008). Staff Arsip “Art Music Today” (2008 – sekarang). Sedang mempersiapkan buku “Virus Setan Slamet Abdul Sjukur” dan “Dongeng Musik Abad 21”. Saat ini rutinitasnya utama adalah bekerja sebagai Research and Development Sekolah Musik Indonesia, menulis dan memimpin Komunitas Keroncong Agawe Santosa, bermarkas di Yogyakarta.

Alamat Sekarang:

Perum Keldongkiron A37 Yogyakarta
Mobile Phone: 0815 486 22425
e-mail: erie.smi@gmail.com situs: www.artmusictoday.com, www.sekolahmusikindonesia.co.id

Data Buku:

Judul: Krontjog Toegoe
Penulis: Victor Ganap
Penerbit: Badan Penelitian ISI Yogyakarta
Tahun Terbit : 2011
Jumlah Hal : xx + 281 hlm.